Bagaimana Menjadi Mahasiswa


Ketika anak yang masih TK juga ingin diwisuda


Jangan lihat foto di atas terlalu lama! Silakan lanjut baca tulisan berikut sampai habis, ya. Kalau ada komentar, cantumkan saja di kolom yang telah disediakan.

***

EMPAT tahun silam menjadi sejarah bagi seorang Mahasiswa asal Mamuju, Sulawesi Barat. Untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki di sebuah kampus yang telah melabelinya sebagai "Mahasiswa." Bukan hal yang mudah untuk bisa sampai di titik itu. Pahit manis ujian seleksi masuk PTN telah ia lewati dengan rasa sukacita. Mulai dari tidak lulus di jalur SNMPTN, ujian masuk STIS (sekolah ikatan dinas), ujian masuk SBMPTN, sampai pada seleksi masuk Mandiri (UMM) pun ia tidak lulusi. Bayangkan berapa jumlah biaya tes yang telah dikeluarkannya. Ya, betul, ia masuk di jurusannya karena lulus lewat jalur terakhir, UMK.

[Masing masing dari kita pasti punya cerita yang berbeda sebelum diterima masuk di kampus. Kalian mungkin sudah menuliskannya di buku harian atau di blog, atau barangkali kalian tidak tulis sama sekali. Kalian cuma lebih suka membiarkannya berlalu bagai angin dengan cukup menceritakannya pada teman, tanpa berpikir untuk menuliskannya karena merasa menulis itu sulit. 

Jika kalian sedang membaca kisah ini, harap untuk fokus dan semoga kalian disanggupi membaca tulisan ini sampai habis. Tapi jika kalian tidak sanggup, saya sarankan segera tinggalkan blog ini dan beralih ke kegiatan lain. Misal membalas chat WA-mu atau pekerjaan stalking status yang -mungkin- penting itu.

Oke lanjut..]

Ia kuliah selama delapan semester di kampus berlabel Islam. Telah banyak cerita yang masyarakat telah citrakan untuknya. Selain memelihara tanggungjawab individu sebagai seorang yang terpelajar di lingkungan akademik kampusnya, ia juga berupaya tampil di lingkungan tempat tinggalnya sebagai orang yang berpendidikan tinggi. Sebab di sekitar rumahnya, kebanyakan hanya tamatan SMA.

Menjadi seorang Mahasiswa adalah hal yang menyenangkan baginya. Bahkan ia selalu berharap agar masih  diberikan kemampuan untuk berkuliah lagi setelah S1. Ya, kembali memasuki dunia kampus. Menjalani serunya jadi mahasiswa.

[Jika Anda belum menemukan asyiknya jadi mahasiswa, sepertinya Anda belum move on dengan masa SMA. Atau alasan kedua, Anda barangkali belum menemukan "sisi gelap terang" sebagai mahasiswa. Kenalilah apa tugas Anda datang ke sini berkuliah, dan Anda pasti akan temukan hal untuk bisa membawa Anda selesai kuliah pada waktu yang cepat dan tepat.]

"The First Day of OPAK-UIN Alauddin Makassar, 03 September 2013." 

Itulah judul tulisan di buku diarinya.

Saat itu dia sebagai mahasiswa baru bersama sekitar 500 atau sekitar 700-an mahasiswa duduk di areal pelataran gedung di samping perpustakaan pusat (sekarang ditempati Cafetaria), mengikuti kegiatan OPAK (Orientasi Pengenalan Akademik; sekarang namanya berubah jadi PBAK) tingkat Fakultas. 

Hari itu, pakaian yang dikenakannya adalah hitam putih. Sama persis dengan pakaian yang digunakan oleh para pencari kerja atau orang orang yang sedang mengikuti seleksi CPNS. Bedanya, saat itu semua laki laki rambutnya dicukur sangat pendek.

Ketika itu seluruh Maba (Mahasiswa Baru) disuntik kalimat kalimat asing yang kebanyakan baru didengarnya, termasuk bagi dia sendiri yang tampil cupu dan polos. Hari itu, dia merupakan orang asing bagi semua kalangan. Termasuk bagi dosen, pejabat Fakultas, dan kakak angkatan yang sering disebut senior. 

Tapi saat itu, ia telah menekankan pada dirinya bahwa ia akan membuktikan apa yang bisa diberikan buat Fakultas dan Kampusnya. Sehingga kala itu ia tidak berpikir sedikit banyak yang Kampus/Fakultas akan berikan untuknya. Karena sampai hari ini pun, ia kurang menyadari apa yang telah diberikan Kampus untuknya. Baginya memikirkan itu hanya akan sia sia semata. Lebih baik kalian pikir tugas tugas penting yang telah diberikan dosen daripada memikirkan hal itu, batinnya.

Yang ia tekankan saat itu dalam hatinya ialah "jangan pikirkan apa yang Fakultas bisa berikan sama kamu, tapi pikirkanlah apa yang bisa kamu berikan untuk Fakultas?"

[Kalimat ini mirip mirip dengan kalimat yang pernah dikatakan oleh Presiden Amerika, John F. Kennedi; mirip mirip juga dengan perkataan KH Ahmad Dahlan kepada orang orang Muhammadiyah]

Ya, meskipun pada akhirnya tidak ada timbal balik setelah "memberi", namun yakinlah, apapun yang disumbangkan dengan niat tulus, pasti akan mendatangkan sisi baik. Rezeki tak pernah salah menemui tuannya.

Lanjut..

Ada beberapa hal yang ia catat pada sesi pengenalan saat itu. 

Pertama:
"Jangan merendahkan diri sebagai Mahasiswa UIN dibandingkan dengan Mahasiswa PTN lain."
[Perasaan seperti ini memang kadang datang seperti Jelangkung. Namun, yakinilah bahwa kuliah di UIN itu keren lho. Punya kelebihan kelebihan yang tak kalah jika dibandingkan kampus lain, kok. Jika kalian menyadari apa kelebihan pada diri kalian (kata orangtua: kamu sudah tahu diri), kalian kenal passion yang kalian miliki, maka yakinlah ada satu masa kalian pasti akan benderang. Tak mengenal asalmu dari mana, yang jelas kalian berasal dari almamatermu. Berbanggalah dengannya. Kuatkan kancing jas almamatermu. Banggalah memakai jas hijau itu. Apalagi jika kamu memakai kancing bermerk anak UINAM seperti punya anak muda ini. Sila cek kreativitas anak UINAM yang satu ini di sini. Yakinlah kamu tidak kalah dengan kampus kampus lain.]

Kedua:

Ia juga mencatat poin penting yang diutarakan salah seorang dosen. Namanya Dr Hamsir MHum, sekarang ini menjabat sebagai Wadek II FSH. Beliau berkata,
"Jangan terbawa emosi saat kuliah. Pahami ilmu yang diajarkan dosen."
Kalimat ini barangkali ringan namun sarat makna. Tahukah teman, di kampus itu ada banyak hal yang mudah membawa emosi kita jadi tidak stabil. Mulai dari kedatangan dosen yang tak pasti, masalah dengan ketua tingkat yang kadangkala ada miss komunikasi, atau masalah masalah lain seperti tawuran mahasiswa yang sengaja di-setting sedemikian rupa oleh beberapa oknum agar acara ini menjadi agenda tahunan bagi kampus. Dan lagi lagi yang jadi korban adalah mahasiswa itu sendiri, pihak keamanan dan tentunya gedung perkuliahan.

Sangat jelek bukan, kalau kalian mudah terbawa emosi. Tiba tiba kampusmu diberitakan media. Di judulnya dengan terang tertulis: Mahasiswa UIN Makassar tawuran antar Fakultas. 

[Emangnya, di Jurusanmu ada matakuliah tawuran? Mahasiswa diajarkan kelahi satu kampus? Mahasiwa lempar mangga, eh maksudnya, lempar manusia? Apa karena sudah tidak pernah lempar mangga, ya? Emang di sekitar rumahmu, dilarang lempar mangga? (Ah, tak usah pikirkan ini, tak ada gunanya. Yang penting, bagaimana pun situasinya tiap tahun itu seolah kalian yang sebagai mahasiswa baru akan "diperlihatkan" bagaimana oknum itu sengaja membawa isu, agar kalian terpancing emosinya untuk ikut "berperang" melawan saudara se almamater sendiri. Sungguh memalukan! Saya sarankan, jangan ikuti senior seperti itu. (Eh, kok muncul namanya 'senior' ya?)]

[Yang perlu kamu banyak pelajari, seperti maksud dari Pak Hamsir di atas adalah ilmu yang diajarkan dosen di dalam kelas, kamu coba ambil intisarinya, pahami dengan mencari referensi lain lalu diskusikan bersama teman kelas. Pasti ini lebih bermartabat dan lebih intelek sebagai mahasiswa daripada mengikuti ajaran harus ikut demo atau harus ikut tawuran.]

Ketiga:

Selanjutnya, saya mengingat tulisan ini. Kalimat yang pernah diutarakan oleh seniornya saat itu. Ketua BEM FSH (sekarang DEMA FSH). Namanya Syahrul Afandi. Dia bilang begini,
"Jadilah orang yang dirindukan kedatangannya dan ditangisi kepergiannya."
[Kalian, mahasiswa, pasti tahu apa maknanya. Silakan maknai sendiri sendiri. Karena yakin, saat ini kita sebenarnya tengah sendiri sendiri, meski gawai (handphone) berada di tangan kita atau ada teman di dekat kita.]

Tak lupa, selain mengatakan kalimat motivasi di atas, sosok senior yang punya ketegasan itu juga mengingatkan bahwa ada tiga sebab orang disegani (barangkali ini bisa jadi tips buat kalian agar bisa disegani oleh teman atau bahkan dosen) yaitu: 1. Karena ia berani; 2. Karena ia orang kaya; dan 3. Karena ia orang cerdas.

Keempat:

Terakhir, ia ingin mengutip perkataan salah satu dosen yang saat itu jadi ketua Jurusannya. Dra Nila Sastrawati, MSi, namanya. Beliau bilang,
"Pulanglah bawa TOGA. Jangan pulang bawa TEGA."
Ia menyadari hal itu setelah kurang dari empat tahun jadi mahasiswa. Pulang artinya selesai alias wisuda. Dan ia sendiri buktikan kalimat di atas. Sejak hari itu telah terbayarkan, 27 September 2017 lalu. Orang tuanya datang jauh jauh dari kampung, melihat anaknya memakai Toga. Alhamdulillah, anak itu berhasil "pulang" membawa Toga, bukan Tega. 

[Semoga saja kita semua bisa membanggakan orang yang memang pantas dan menunggu untuk dibanggakan!]

Sekian dan nantikan cerita lanjutannya. Oh iya, Dia itu adalah Aku. :)







MgP

Paccerakkang, 19 Oktober 2017.



Komentar (0)